Diskriminasi di Dunia Kerja: Kisah Pilu Difabel yang Ditolak Hanya karena Ijazah SLB
Halo, Sobat 24! Kali ini, kita akan membahas sebuah isu sosial yang masih sering terabaikan: diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dalam dunia kerja. Kisah Muhammad Husni, seorang pencari kerja dengan ijazah SLB, menjadi bukti nyata betapa sulitnya kaum difabel mendapatkan kesempatan yang adil. Yuk, simak ulasan lengkapnya berikut ini!
Pengantar: Realita Pahit Difabel di Dunia Kerja
Di tengah gencarnya kampanye inklusi dan kesetaraan, nyatanya masih banyak perusahaan yang enggan menerima karyawan difabel. Muhammad Husni, seorang lulusan SMA Luar Biasa (SLB), harus menghadapi penolakan berulang kali hanya karena latar belakang pendidikannya.
Pengalamannya di job fair menjadi cerminan betapa sistem rekrutmen di Indonesia masih belum ramah bagi penyandang disabilitas. Padahal, mereka memiliki kemampuan dan semangat yang sama untuk berkontribusi. Lantas, mengapa diskriminasi ini masih terjadi?
Kisah Muhammad Husni: Perjuangan 4 Tahun yang Berujung Kekecewaan
Husni telah berusaha mencari pekerjaan selama empat tahun. Dengan tekad kuat, ia mengirimkan lamaran ke berbagai perusahaan, termasuk perusahaan kopi ternama seperti Jago Coffee. Namun, jawaban yang ia terima selalu sama: penolakan.
Di sebuah job fair di GOR Tanjung Duren, Jakarta Barat, Husni mengungkapkan kekesalannya:
"Orang HRD-nya kayak diskriminasi disabilitas. Kalau mau sama kayak di sini (job fair), paling formalitas doang."
Ia bahkan menyebut bahwa 90% lowongan untuk difabel hanyalah formalitas, karena pada akhirnya mereka tetap tidak diterima.
Mengapa Difabel Masih Kesulitan Dapat Kerja?
Berikut beberapa faktor yang menyebabkan penyandang disabilitas sulit mendapatkan pekerjaan:
1. Persepsi Negatif Perusahaan
Banyak perusahaan menganggap difabel sebagai beban, bukan aset. Mereka khawatir dengan produktivitas atau biaya akomodasi tambahan. Padahal, banyak difabel yang justru memiliki keterampilan khusus dan motivasi tinggi.
2. Kurangnya Akses Pendidikan & Pelatihan
Sekolah Luar Biasa (SLB) seringkali dianggap tidak setara dengan sekolah umum. Akibatnya, lulusan SLB kerap dipandang sebelah mata, meskipun mereka memiliki kompetensi yang memadai.
3. Sistem Rekrutmen yang Tidak Inklusif
Proses seleksi kerap tidak mempertimbangkan kebutuhan difabel, seperti tes fisik yang terlalu berat atau wawancara yang tidak aksesibel bagi tunarungu.
4. Minimnya Dukungan Pemerintah
Meski sudah ada UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, implementasinya masih lemah. Perusahaan yang melanggar jarang diberi sanksi tegas.
Dampak Diskriminasi terhadap Difabel
Penolakan kerja tidak hanya berdampak secara finansial, tetapi juga psikologis:
Rasa tidak percaya diri karena terus menerus ditolak.
Stres dan depresi akibat tekanan ekonomi.
Ketergantungan pada keluarga, yang memperburuk stigma sosial.
Solusi untuk Meningkatkan Keterlibatan Difabel di Dunia Kerja
Agar kaum difabel mendapat kesempatan yang adil, beberapa langkah berikut perlu dilakukan:
1. Edukasi Perusahaan tentang Inklusi
Perlu ada pelatihan HRD untuk memahami kebutuhan difabel dan cara menciptakan lingkungan kerja yang ramah.
2. Program Magang & Pelatihan Khusus
Kerjasama antara pemerintah, perusahaan, dan NGO dapat menyediakan program vokasi untuk meningkatkan keterampilan difabel.
3. Insentif bagi Perusahaan yang Merekrut Difabel
Pemerintah bisa memberikan keringanan pajak atau subsidi untuk mendorong perusahaan menerima difabel.
4. Kampanye Sosial untuk Ubah Mindset Masyarakat
Media dan influencer dapat berperan dalam menghilangkan stigma bahwa difabel tidak mampu bekerja.
Kelebihan & Kekurangan Artikel Menurut Mimin 24
Kelebihan:
✅ Topik relevan & human interest – Kisah nyata seperti ini mudah menyentuh pembaca.
✅ Data konkret – Pengalaman Husni menjadi bukti nyata masalah sistemik.
✅ Solusi propositif – Tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberikan alternatif solusi.
Kekurangan:
❌ Butuh lebih banyak data statistik – Misalnya, berapa persen difabel yang berhasil dapat kerja?
❌ Bisa diperdalam dengan wawancara HRD – Untuk melihat perspektif perusahaan.
Penutup: Mari Dukung Kesetaraan untuk Difabel!
Sobat 24, diskriminasi terhadap difabel bukan hanya masalah individu, tetapi masalah sistemik yang butuh solusi bersama. Jika kita ingin membangun masyarakat yang inklusif, maka setiap orang berhak mendapat kesempatan yang sama, termasuk dalam dunia kerja.
Yuk, sebarkan kesadaran ini! Jika kamu punya pengalaman atau pendapat terkait isu ini, tulis di kolom komentar ya!
Sumber Referensi: https://www.merdeka.com/peristiwa/cerita-di-balik-job-fair-kaum-difabel-ditolak-perusahaan-karena-bermodal-ijazah-slb-422242-mvk.html